1. Seorang lelaki datang
menghadap Rasulullah saw. sambil betkata : “Ya, Rasulullah! Saya datang untuk
melakukan bai’at berhijrah, dengan meninggalkan kedua orang tua saya yang
menangisi kepergian saya.” Rasulullah saw. pun menjawabnya : “kembalilah kepada
kedua orang tuamu itu. Gembirakanlah mereka sebagaimana engkau telah bikin
mereka menangis.
Suatu kali, ada yang bertanya :
“Ya, Rasulullah! Saya ingin sekali berjihad, tetapi saya tidak mampu.”
Rasulullah menjawab : “Apa masih ada salah seorang dari orang tuamu?” “Ya,”
sahut orang itu. Maka bersabdalah Rasulullah saw. : “Jumpailah Allah swt dengan
berbakti pada orang tuamu. Apabila engkau telah melakukannya, maka samalah
dengan engkau telah berhaji, berumrah dan berjihad.”
2. Suatu hari Baginda Nabi sedang
duduk-duduk dengan para sahabatnya menunggu saat shalat tiba. Sahabatnya yang
baru saja pulang dari pesta makan daging. Maka terciumlah bau yang kurang sedap
dalam majelis itu. Rasulullah menyadari bahwa bau-bauan itu disebabkan oleh uap
napas seseorang akibat makan daging yg berlebihan. Rasulullah juga menyadari
bahwa orang yang bersangkutan ada dalam kedudukan sulit sekali. Mereka tentulah
sudah berwudhu semua. Karena sebentar lagi akan shalat berjamaah. Kalau orang
yang berbau kurang sedap itu beranjak seorang diri pergi berwudhu’, ketahuanlah
dia sumber bau kurang sedap itu. Tentu dia bisa jadi malu dan gelisah. Beliau
menginginkan pelaku yang sebenarnya merasakan pahit getir kesalahannya itu,
tanpa diketahui oleh banyak orang.
Rasulullah saw. melepaskan
pandangannya kepada semua yang hadir, seraya memerintahkan : “Siapa yang makan
daging tadi hendaknya berwudhu!” Semuanya telah memakan daging ya, Rasulullah!,
jawab para sahabat. Lalu beliau bersabda : “Kalau begitu, berwudhulah kalian
semua.”
Mereka bangkit semua pergi
berwudhu. Termasuk orang yang merupakan sumber datangnya bau kurang sedap itu.
Orang ini telah diselamatkan air mukanya dari rasa malu, berkat kecerdikan dan
kelambutan Rasulullah saw.
(Demikianlah keluhuran budi
pekerti Nabi Muhammad saw. memperhitungkan tindakan sampai sekecil-kecilnya pun
agar tidak melukai perasaan orang dan kehormatan orang lain).
3. Pada suatu waktu Rasulullah
saw. sedang tidur-tiduran di rumahnya melepas rasa lelah. Dia berbaring di atas
tikar yang terbuat dari daun-daun tamar yang dianyam. Tiba-tiba seorang
sahabatnya yang bernama Ibnu Mas’ud datang berkunjung. Oleh karena Rasulullah
saw waktu itu tidak memakai baju, maka terlihat jelas oleh Ibnu Mas’ud bekas
anyaman tikar melekat pada punggung Rasulullah. Melihat peristiwa itu Ibnu
Mas’ud amat sedih, dan bendungan air matanya pun pecah berserakan.
Sungguh-sungguh tidaklah pantas rasanya seorang Rasul kekasih Allah swt.,
seorang kepala negara dan seorang panglima tertinggi berhal seperti demikian.
Dengan terharu Ibnu Mas’ud berkata : “Ya, Rasulullah! Bolehkah saya membawakan
sebuah kasur kemari untuk tuan?” Mendengar ini Rasulullah saw. bersabda :
“Apalah artinya kesenangan hidup di dunia ini bagiku. Perumpamaan hidup di
dunia ini bagiku tidak ubahnya seperti seorang musafir dalam perjalanan jauh
yang singgah berteduh dibawah pohon kayu yang rindang untuk melepaskan rasa
lelah. Kemudian dia harus berangkat meninggalkan tempat itu untuk meneruskan
perjalanan yang sangat jauh tidak berujung.”
4. Dua kali dalam tahun yang sama
Rasulullah saw. memperoleh hantaman dukacita yang amat besar. Mula-mula Abi
Thalib, yaitu pamanya yang melindunginya dari kebengisan kaum Quraisy,
meninggal dunia dalam keadaan masih musyrik. Lalu Siti Khadijah, yaitu istrinya
yang selalu memberikan dukungan moril dan materil yang amat besar. Tidaklah
terperikan rasa dukacita yang menusuk kalbunya! Dalam keadaan demikian itu,
perlakuan kaum Quraisy terhadapnya semakin menggila. Pernah suatu waktu mereka
menyiramkan tanah keatas kepala Rasulullah saw., namun Rasulullah tetap tabah.
Akhirnya karena perlakuan kaum Quraisy semakin brutal, Muhammad saw. pergi ke
Ta’if dengan harapan semoga masyarakat disana mau mendukungnya. Namun ternyata
orang-orang di Ta’if memperlakukannya seperti kepada bukan manusia saja
layaknya. Ia di caci maki, di ludahi, serta dilempari batu dan besi sehingga
beberapa bagian tubuhnya tidak hanya menjadi memar, tetapi terluka dan
mencucurkan darah.
Secepatnya Nabi pergi dari sana,
berlindung di sebuah kebun anggur kepunyaan anak-anak Rabia, yaitu Utba dan
Syaiba. Disana Beliau berdo’a dengan khusuk :
Allahumma Ya Allah.
Kepada Engkau juga aku mengadukan
kelemahanku,
kurangnya kemampuanku serta
kehinaan diriku di depan manusia.
Oh, Tuhan Maha Pengasih, Maha
Penyayang.
Engkaulah yang melindungi si
lemah dan
Engkaulah pelindungku.
Kepada siapa hendak Kau serahkan
diriku?
Kepada orang yang jauhkah yang
berwajah muram kepadaku?
Ataukah kepada musuh yang akan
menguasai diriku?
Asalkan Engkau tidak murka
kepadaku, aku tidaklah perduli
Sebab sungguh luas kenikmatan
yang Kau limpahkan kepadaku.
Aku berlindung kepada Nur wajah
Engkau yang menyinari kegelapan
(dan karenanya membawakan
kebaikan bagi dunia dan akhirat)
dari kemurkaan Engkau yang akan
Kau tumpahkan kepadaku.
Engkaulah yang berhak menegur
dengan berkenan kepada Engkau.
Dan tiada kuasa serta kekuatan
selain dengan Engkau juga.
(Meskipun dalam kondisi yang amat
nelangsa, Baginda Nabi Muhammad saw. dalam do’anya tidak mendendam kepad
orang-orang yang menyakitinya!)
sumber : http://iappi.fr-bb.com/t76-kisah-kisah-teladan-rasulullah-dan-para-sahabat#top